Matahari bersinar terik siang itu. Di sebuah kantin sekolah yang ramai, para siswa asyik menikmati waktu istirahat mereka layaknya para serdadu yang pulang dari peperangan. MERDEKA!! mungkin itu yang mereka teriakkan saat itu. "Ada apa lagi sih, Ki? Denger-denger, di kelas, kamu bertengkar lagi ya sama Oca?" kata Bayu pada Riki yang tampak murung saat itu. "Dia yang cari gara-gara dulu," jawab Riki masih dengan tampang kusut."Lho, katanya kamu suka sama dia, kan mestinya kamu ngalah!" "Iya, aku emang suka, dan bisa dibilang aku sayang sama dia. Tapi, untuk yang satu ini, dia udah kelewatan." Saat itu tanpa sengaja mata Riki menangkap pemandangan yang tidak mengenakkan. Beberapa cewek lewat di hadapannya sambil memandang dirinya dengan ekspresi wajah sinis seraya tersenyum kecut. "Emang apa yang dia lakuin?" tanya Bayu. "Nih, lihat sendiri," kata Riki seraya memberikan sebuah kertas kepada Bayu. Bayu segera membaca kertas tersebut.Perhatian!!! ada cowok nggak tau diri dan nggak pernah ngaca berani2 suka sama cewek yang nggak akan pernah suka sama dia. AWAS HATI-HATI!!!!"Di mana kamu temuin kertas ini?""Ditempel di papan tulis," ujar Riki masih menerawang kosong ke arah langit, sambil terus mengocok kartu remi yang dia pegang dari tadi. "Dari mana kamu tahu kalau ini perbuatan Oca?" tanya Bayu lagi. "Dia sendiri yang bilang ke aku supaya aku berhenti gangguin dia," sahut Riki menghela napas panjang. "Jadi, kamu mau mundur dan berhenti berusaha?" Bayu menepuk bahu Riki untuk menunjukkan rasa simpatinya. "Nggak, Bay, aku nggak akan berhenti nunjukkin kalau aku benar-benar suka sama dia." Riki berkata dengan nada yang yakin. Bayu hanya diam saja sambil tersenyum pada Riki.******"Ki, jangan lupa besok tanding basket," kata Bayu sambil terus memacu motornya meninggalkan Riki yang berdiri di trotoar depan sekolahnya. "Oke," teriak Riki. Tak lama kemudian, sebuah mobil sedan berhenti di depannya. Perlahan kaca mobil tersebut mulai terbuka."Nungguin sopir pribadinya ya, Mas?" kata Oca dengan nada mengejek. Lalu teman-teman Oca yang ada di dalam mobil tersebut tertawa terbahak. "Met nunggu deh…." Selintas kemudian, mobil tersebut memacu lajunya kembali dengan suara tawa yang masih terdengar jelas di telinga Riki. Dia hanya terdiam. Akhirnya, sebuah kendaraan umum melintas. Segera Riki melambaikan tangan untuk menyetop, lalu dia masuk ke dalamnya.******Sore itu pukul 15.00, Riki masih belum bersiap-siap untuk datang ke sekolahnya."Bu, sekarang Riki harus tanding basket di sekolah," kata Riki dengan nada mengiba."Tidak bisa! Kamu harus jaga warung. Bapak sama ibu harus pergi ke rumah bulekmu. Ada urusan penting.""Tapi, Bu…." "Sudahlah, Riki!" Sela ibunya. Akhirnya Riki mengalah dan mengurungkan niat untuk datang ke sekolah. Esok harinya di sekolah, tersiar kabar bahwa Riki adalah penyebab kekalahan tim bola basket sekolahnya dalam pertandingan kemarin. Dan sudah bisa ditebak siapa yang menyebarkan berita tersebut.Gara-gara seorang pengecut tidak datang, sekolah kita mengalami kekalahan dalam pertandingan kemarin.Tulisan tersebut menempel di setiap sudut ruangan sekolah Riki. Riki merasa tidak nyaman dengan tulisan tersebut karena dia merasa seperti dihakimi. Tapi, setelah tahu siapa yang melakukan semua itu, seperti biasa dia hanya diam. "Sabar ya, Ki!" kata Bayu mencoba menghibur Riki. Riki hanya diam, hanya helaan napasnya yang terdengar.******Bel istirahat telah berbunyi. Riki bergegas keluar dari kelasnya. Di depan kelas, Riki mendapati Oca bersama gengnya telah bergerombol membicarakan sesuatu. Namun, ketika Riki tepat di hadapan mereka, keadaan menjadi sunyi. "Eh, awas-awas ada pengecut lewat!" kata Oca, disambut tawa teman-temannya. Riki diam saja tak menghiraukan. Dia terus berjalan menuju kantin. "Udah pengecut, pura-pura tuli lagi" ejek Oca lagi. Kali ini Riki berhenti berjalan, lalu membalikkan badan dan berjalan ke arah Oca dan kawan-kawannya. Oca dan kawan-kawannya berhenti tertawa saat melihat Riki berjalan ke arah mereka. Riki berhenti tepat di hadapan mereka. Tampaknya, Riki sudah tak sabar lagi. "Apa sih maumu, Ca?" kata Riki menahan amarah. Kini semakin banyak orang-orang yang bergerombol menyaksikan Oca dan Riki saling berhadapan. "Kamu emang pengecut kan! Gara-gara kamu, sekolah kita kalah!" kata Oca sinis. Teman-teman Oca terdiam. Sepertinya mereka tahu Riki benar-benar marah. "Kita buktikan siapa yang pengecut. Aku tantang kamu taruhan." Riki mengeluarkan setumpuk kartu remi dari kantongnya. "Nih, ambil satu! Siapa yang dapat kartu lebih kecil, harus nyebur ke kolam itu!" Riki menunjuk sebuah kolam berisi air berwarna kecokelatan karena bercampur lumpur. Oca diam saja menatap mata Riki dengan penuh kebencian. "Udah deh, Ca, nggak usah!" bisik Santi. "Kenapa? Nggak berani?" Riki menunggu respons Oca. "Ayo…ayo!!!" teriak teman-teman mereka yang menyaksikan kejadian itu. Didorong rasa benci dan gengsi yang besar, Oca mengambil satu kartu dari tumpukan remi yang disodorkan Riki. Selanjutnya, Riki melakukan hal yang sama. "Buka kartumu!" perintah Riki. Oca membuka kartu yang dipilihnya seraya tersenyum sinis. Setelah terbuka, ternyata kartu yang dipilih Oca adalah kartu bergambar King Hati. Riki melirik kartu yang telah dipilihnya. Setelah itu, raut mukanya menjadi kusut, dibarengi helaan napasnya yang keras."Kenapa? Kalah, ya?" kata Oca seolah mencela. Riki tak menjawab. Dia menatap tajam pada Oca sambil meremas kartu yang dipilihnya. Perlahan dia berjalan ke arah kolam dan menceburkan diri ke dalamnya. Air menenggelamkan Riki sampai dadanya. Teman-teman yang menyaksikan hal itu tertawa ramai sekali. Tak terkecuali Oca dan kawan-kawannya."Itu hukuman buat pengecut yang menyebabkan sekolah kita kalah," teriak Oca kepada Riki. Bayu yang melihat pemandangan itu hanya diam. Setelah beberapa menit di dalam kolam dan jadi bahan tertawaan satu sekolah, Riki keluar dari kolam dengan tubuh basah kuyup. Seragam sekolahnya berwarna kecokelatan terkena lumpur yang ada di kolam. Dia berjalan ke arah Oca dan berhenti di depannya. Keadaan menjadi hening. Sepintas lalu mereka berdua saling bertatap mata. "Puas kamu!" kata Riki kepada Oca. Oca hanya diam. Dari raut wajahnya terlihat dia tidak sampai hati melihat Riki dalam keadaan seperti itu. "Sebenarnya, yang pengecut bukan aku, tapi kamu, Ca!" kata Riki seraya menjejalkan kartu yang dia pilih dan belum sempat dia tunjukkan ke dalam tangan Oca."Kamu takut kalau suatu saat aku bisa meluluhkan hatimu," lanjut Riki. Lalu dia bergegas meninggalkan kerumunan itu. Akhirnya, keramaian itu berakhir karena bel telah berbunyi, menandakan waktu istirahat telah usai. Oca masih terdiam karena terngiang ucapan Riki yang terakhir. Lalu perlahan dia buka kartu yang telah Riki berikan kepadanya. Terlihat di matanya bahwa kartu yang telah dipilih Riki adalah kartu bergambar As Hati. Dia terperanjat, tidak percaya dengan apa yang telah dilihatnya.
Penulis adalah pelajar Universitas Airlangga, Surabaya
Tiada ulasan:
Catat Ulasan